Senin, 04 Februari 2013

Sekolah Mahal Akibat Oknum Kepsek Salah Artikan UU Sisdiknas

Post date: 05/08/2012 - 21:27
REPORTER: g EDITOR: mdika

Serang – Adanya program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Buku Sekolah Elektronik (BSE) sudah sangat membantu masyarakat untuk bisa menyekolahkan anaknya tanpa mengeluarkan biaya atau gratis. Namun sayangnya, konsep penggratisan Pendidikan Dasar yang sudah bagus itu, dikotori oleh oknum kepala sekolah (Kepsek) dan guru, yang salah mengartikan dan menerapkan pasal-pasal yang ada di Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Hal tersebut muncul dari hasil diskusi mingguan, Gerakan Orang Tua Peduli Pendidikan (GOTPP) Banten ke 2 dalam rangkaian Gerakan Penjarakan Kepala Sekolah. Diskusi yang bertemakan BOS-Landasan dan Tujuannya ini, dilaksanakan di Kantor mediabanten.com, Jl Raya Petir, Cilaku – Curug, Kota Serang pada tanggal 3 Agustus 2012 selepas taraweh.

Peserta diskusi Oetjoe Gabriel Jauhar mengatakan, Konsep pemerintah sudah benar dengan melaksanakan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Buku Sekolah Elektronik (BSE), sayangnya terlalu banyak oknum-oknum di dunia Pendidikan yang menyalahgunakan dan membelokkan arah program.

“Gerakan ini menguatkan untuk membersihkan oknum-oknum itu dari dunia pendidikan dengan cara pertama memenjarakan Kepala Sekolah-Kepala Sekolah yang terbukti mengkorupsi dana Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RABS),” kata Oetjoe Gabriel Jauhar saat memaparkan materi Dasar Hukum dan Semangat BOS.

Menurut dia, BOS dan BSE merupakan implementasi dari Pasal 10 ayat 2 dan Pasal 34 ayat 2 UU Sisdiknas. Juga pemenuhan kewajiban orang tua menyekolahkan anaknya dengan ketersediaan sekolah seperti diamanatkan Pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 UU yang sama. Namun sayangnya, konsep penggratisan Pendidikan Dasar yang sudah bagus itu juga dikotori oleh pasal-pasal bersayap dan tujuan bermakna ganda.

“Misalnya dalam UU Sisdiknas ada Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 9 tentang kewajiban masyarakat dan warga negara. Pasal-Pasal ini bisa ditafsirkan sebagai kewajiban masyarakat dan warga negara untuk ikut menanggung beban biaya Pendidikan Dasar. Ditambah lagi doktrinisasi dan dogmaisme biaya personal dan non personal. Seragam itu biaya personal. Lalu dibuat banyak jenis seragam hingga 6-7 jenis. Ini namanya sudah nyari-nyari cara untuk melakukan pungutan,” ujar Oetjoe.

Selain itu, adanya pembiasan tujuan BOS itu sendiri. Ditujuan nomor 1 berbunyi BOS membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD dan SMP. Sementara di tujuan nomor 2 berbunyi BOS membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apa pun.

“Akibat tujuan nomor 2 itu, maka kata ‘membebaskan pungutan’ di tujuan nomor 1 menjadi bermakna tidak bebas 100 persen. Yang 100 persen itu hanya orang miskin. Jadi buat yang tidak miskin, masih diperbolehkan pungutan. Bahayanya, pungutan yang diperbolehkan itu tidak diatur secara terang benderang,” ucap Oetjoe.

Sementara Iwan Hermawan yang sering disebut Adung Lee menyimpulkan, di tahun 2012 tidak ada lagi beban buku pelajaran bagi sekolah. “Setiap tahun salah satu kewajiban belanja dana BOS adalah pembelian buku paket untuk perpustakaan, 2 buku pelajaran setiap siswa untuk setiap semesternya. Buku itu dipinjamkan ke siswa dan dikembalikan ke sekolah setiap semester,” kata Adung.

Program BOS sudah berjalan dari tahun 2005. Maka di tahun 2011 jumlah koleksi buku pelajaran di perpustakaan adalah 2 x 7 tahun = 14 mata pelajaran tiap kelasnya. Jumlah sebanyak siswa sekolah itu. Jadi tahun ini siswa tinggal meminjam ke sekolahan, tidak perlu beli buku paket.

Hal ini sesuai dengan perubahaan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) BOS untuk poin pertama, dari kewajiban membeli 2 buku pelajaran menjadi pembelian/penggandaan buku pelajaran karena rusak atau kekurangan. “Mendampingi kebijakan ini, pemerintah pun sudah melaksanakan program BSE. Yaitu penyediaan buku-buku berharga murah, bahkan gratis untuk dikopi, diprint dan tidak ada persoalan untuk dibagikan. Hak ciptanya sudah dibeli pemerintah,” ujar Adung.

Sayangnya, seperti ada kesepakatan bersama, oknum-oknum mulai dari sekolah hingga kementerian pura-pura, bahkan seperti dengan sengaja menyembunyikan tujuan program BSE. Dan tetap memberlakukan beli buku dari penerbit. Sekarang istilahnya beli buku berlabel KTSP. “Buat kami, KTSP itu singkatan dari Kartu Tanda Setan-setan Pendidikan,” katanya.

Peserta lainya, Purwo Rubiono, pembawa materi SMA/SMK dan RSBI mengatakan keanehan target pendidikan bagi pemerintah. “Kenapa pemerintah hanya menargetkan gratis pendidikan dasar? Padahal dari sebelum reformasi saja, ijazah pendidikan dasar sudah tidak laku untuk dipakai melamar pekerjaan. Paling-paling sebatas office boy, penjaga toko dan cleaning service. Apakah pemerintah Indonesia hanya berani bermimpi bangsa ini jadi bangsa jongos?,” retorika Purwo.

Diserahkannya pengaturan pembiayaan SMA/SMK ke daerah lewat peraturan/keputusan Bupati/Kota menyebabkan ketidakpastian nilai beban pendidikan bagi orang tua. “Beban biaya pendidikan menengah bagi orang tua menjadi tergantung pada kearifan Kepala Daerah. Padahal untuk menjadi kepala daerah sudah dapat dipastikan memerlukan biaya yang sangat tinggi. Jarang ada Kepala Derah yang murni pro rakyat, terlalu sibuk mengembalikan modal pemilihan. Maka tidak aneh kalau pungutan PSB dan daftar ulang jadi jutaan rupiah,” kata Purwo.

Seharusnya nilai pungutan pendidikan menengah yang jadi beban orang tua harus bersandarkan kondisi upah masyarakat umum. Misalkan saja bersandarkan pada Upah Minimum Kab/Kota (UMK). “Besarnya pungutan itu tidak boleh mengganggu biaya hidup pemilik upah. Misalkan UMK Rp1,5 juta. Lalu kita hitung belanja kelangsungan hidup seperti makan, minum, transport sekolah, transport kerja, misalkan ketemu angka Rp1 juta. Maka besarnya pungutan maksimal Rp500 ribu saja. Ini yang terjadi besarnya pungutan melebihi UMK. Ada yang Rp3,5 juta, ada yang 3 juta. Daftar ulang saja Rp2 juta. Mau makan apa masyarakat?,” jelas Purwo.

Sementara soal RSBI, Purwo menegaskan dibubarkan saja. Ada 2 persoalan utama, yaitu ketidakadilan dan ketidakjelasan konsep RSBI. “Tanahnya dari pemerintah, bangunannya, bangkunya dari pemerintah. Guru-gurunya digaji pemerintah. Semua sarana dan fasilitas dibiayai dari uang negara. Uang rakyat. Uang seluruh rakyat Indonesia termasuk di dalamnya uang orang-orang miskin. Tapi tidak semua orang Indonesia berhak sekolah di sana, gara-gara tidak punya uang yang cukup. Ini namanya ketidakadilan dalam mendapatkan pendidikan yang bermutu,” kata Purwo.

Pemerintah memang sudah mengeluarkan klausal pengecualian pungutan bagi siswa miskin. Tapi bagaimana dengan siswa yang tidak berkategori miskin dan belum masuk kategori kaya. “Contoh sederhananya saya saja. Saya tidak bisa dibilang miskin, karena masih punya tempat tinggal, punya kendaraan dan penghasilan sebulannya masih lebih dari UMK. Tapi untuk membayar uang masuk yang katanya Rp15 juta dan SPP Rp350 ribu per bulan, tentu saya tidak mampu. Dibilang saya miskin? Tentu saja tidak, karena masih banyak yang miskin di bawah saya,” ujar Purwo.

Ketidakadilan lainnya adalah materi tes masuk. Materinya berdasarkan ilmu pengetahuan. Siswa miskin karena kemiskinan sangat terkendala mendapatkan ilmu pengetahuan seluas-luasnya. Sementara orang kaya mempunyai akses yang demikian luas terhadap ilmu pengetahuan.

“Ini sama saja menyuruh mobil dan becak bertarung adu kecepatan. Sudah dapat dipastikan siapa yang menang. Seharusnya tes masuk RSBI bersandarkan IQ saja. Karena IQ terlepas dari pengetahuan yang dimiliki seseorang,” saran Purwo.

Selain ketidakadilan itu, ketidakjelasan konsep RSBI menjadi perhatian. Internasional yang melekat pada singkatan RSBI menjadi pertanyaan, standar internasional seperti apa yang dijadikan acuan?

“Di dunia ini belum ada Dewan Pendidikan Internasional yang menstandarkan pendidikan di seluruh negara. Masing-masing negara punya standar pendidikan sendiri. Standar Amerika berbeda dengan standar Inggris. Begitu pula Prancis dan Jerman berbeda. Termasuk Timor Leste, Nigeria, Myanmar, Pilipina, Singapura punya standar pendidikan masing-masing. Nah RSBI karena Internasionalnya, mengacu ke standar negara mana? Apakah standar pendidikan Timor Leste atau Nigeria? Mereka juga internasional loh, karena bukan nasional. Nasional itu Indonesia,” retorika Purwo Rubiono.

Diskusi bertemakan Penjarakan Kepala Sekolah yang dimulai setelah tarawih ini, berakhir sebelum sahur. Dan akan dilanjutkan pada tanggal 10 Agustus 2012 dengan sub tema “Mekanisme Pengumpulan Data, Keterangan dan Barang Bukti”. (g)

Sumber/copy from http://mediabanten.com/content/sekolah-mahal-akibat-oknum-kepsek-salah-artikan-uu-sisdiknas

Minggu, 13 Januari 2013

LANDASAN HUKUM PENGGANDAAN, PENDISTRIBUSIAN dan BISNIS BUKU BSE

Sebagai mana kita ketahui bahwa buku salah satu produk bisnis (pasar) maka tentu ada mekanisme pasar yang mengaturnya (catatan pasar ada bebarapa ; pasar bebas, pasar OLIGOPOLI dan MONOPOLY). Di dalam sistem pemasaran ada jaringan distribusi untuk
mendukung suatu produk bisa sampai ke konsumen, khusus untuk buku BSE ini pemerintah sudah memberikan aturan khusus yang berbeda dengan buku-buku lainnya. Di dalam sistem marketing buku NON BSE maka yang berlaku adalah pasar OLIGOPOLI (beda tipis dengan MONOPOLI), di mana pada sistem pemasaran buku ini terdiri dari group-group terutama untuk buku-buku yang di jual menggunakan dana Negara yang biasa mereka sebut KONSORSIUM (Mungkin Insan Pendidikan tidak asing lagi dengan istilah konsorsium ini). Tujuan dari pembentukan pasar monopoly atau Oligipoli ini adalah untuk mengendalikan harga, di dalam pasar oligopoli biasanya ada leader price atau pemimpin yang menentukan harga sehingga harga bisa dikontrol. Nah salah satu tujuan pemerintah menetapkan Permendiknas No 2 Tahun 2008 sebagai mana dituangkan pada bahan pertimbangan pembuatan peraturan tersebut adalah sebagai berikut :

PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG

BUKU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

Menimbang:
a.bahwa buku berperan penting dan strategis dalam upaya me-ningkatkan mutu pendidikan, sehingga perlu ada kebijakan pemerintah mengenai buku bagi peserta didik;

b.bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, perlu mene-tapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang buku;

Mengingat:
1.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);

2.Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220);

3.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Ne-gara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

4.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendi-dikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);

5.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2001 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

6.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

7.Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4774);

8.Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496);

9.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Or-ganisasi dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;

10.Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimanan telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007;

Khusus untuk buku BSE pemerintah sudah mengatur tatanan pasar/bisnisnya. Apabila para pebisnis mau ikut dalam Penggandaan, Penyaluran buku BSE maka harus tunduk pada aturan yang ada mulai dari penggandaan, penyaluran (distributor, pengecer) dan terutama HARGANYA sudah di atur oleh pemerintah dengan harga eceran tertinggi (HET). Adapun aturan yang dituangkan dalam Permen DIKNAS No 2 Thn 2008 yaitu dalam :

BAB VI PENGGANDAAN, PENERBITAN, DAN DISTRIBUSI BUKU menyatakan pada Pasal 8 ayat (1) dan (2) sebagai berikut :

Ayat :
(1)Departemen, departemen yang menangani urusan agama, dan/atau pemerintah daerah dapat mengijinkan orang-perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum untuk menggandakan, mencetak, menfotokopi, mengalih-mediakan, dan/atau memperdagangkan buku yang hak-ciptanya telah dibeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4).

Keterangan
Bahwa jelas pasal ini adalah LANDASAN HUKUM bagi Perusahaan atau Perseorangan untuk menggandakan, mencetak, memperdagangkan buku BSE.

Ayat :
(2)Harga eceran tertinggi buku yang diperdagangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Departemen, departemen yang menangani urusan agama, dan/atau pemerintah daerah yang membeli hak cipta buku.

Keterangan : Bahwa jelas harga sudah ditentukan oleh Pemerintah bukan berdasarkan harga penerbit.

Ayat :
(3)Harga eceran tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah setinggi-tingginya sebesar taksiran biaya wajar untuk mencetak dan mendistribusikan buku sampai di tangan konsumen akhir ditambah keuntungan sebelum pajak penghasilan setinggi-tingginya 15% dari taksiran biaya wajar.

Bahwa jelas Perusahaan atau Perseorangan dilindungi hukum untuk mendapat keuntungan dalam usaha menggandakan, mencetak, memperdagangkan buku BSE.

Pasal 9
Ayat :
(1)Pada kulit sisi luar buku yang diperdagangkan wajib dicantumkan harga eceran.
(2)Pada kulit sisi luar buku yang digandakan, dicetak, difotokopi, dialih-mediakan dari sumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan kemudian diperdagangkan kepada konsumen akhir, pengecer wajib mencantumkan label harga eceran secara tercetak.

Keterangan
:
Pencantuman Harga Eceran Tertinggi pada kulit buku dimaksudkan pada pasal 1 dan 2 pada pasal ini, agar tidak ada kongkalingkong permainan harga atau juga menghidari MARKUP yang cenderung untuk mengeruk keuntung secara membabi buta...
(3)Pada kulit sisi luar buku yang digandakan, dicetak, difotokopi, dialih-mediakan dari sumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan kemudian dibagikan secara Cuma-Cuma kepada konsumen akhir, label harga tidak wajib dicantumkan.


Sabtu, 12 Januari 2013

PENDISTRIBUSIAN BUKU BSE MENJADI TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH DAN MEKANISME PASAR (PENGECER)

Bagaimanakah tanggungjawab pemerintah terhadap penyaluran buku BSE sehingga tujuan dari kebijaksanaan pemerintah yang mengharuskan satu buku teks pelajaran dimiliki
atau dipinjamkan kepada satu siswa untuk masing-masing mata pelajaran bisa terpenuhi dengan pembelian dengan dana BOS sebagai mana sudah di atur JUKNIS PELAKSANAAN BOS untuk tahun 2012 yang lalu dan juga untuk tahun 2013 ini. Pemerintah sebagai mana diatur dalam Permendiknas No 2 Tahun 2013 dimana pemerintah pusat (Kemendiknas) melimpahkan tanggungjawab pendistribusian kepada mekanisme pasar, namun untuk daerah tertentu yang mekanisme pasarnya belum jalan (tidak ada penyalur/pengecer), maka pemerintah daerah harus bertanggungjawab mengambil alih penyaluran tersebut mulai dari Pemerintah Daerah, Dinas Diknas, Kepala Sekolah dan insan pendidikan lainnya. Hal tersebut ditetapkan pada Permendiknas No 2 Tahun 2013 sebagai berikut :

Bahwa BAB VIII PENDANAAN menyatakan pada Pasal 12 ayat (1) , (3), (4) dan (5) sebagai berikut :
Ayat.
(1)Bantuan pendidikan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah untuk memperkaya koleksi perpustakaan satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai peraturan perundang-undangan, kecuali untuk perguruan tinggi negeri yang tidak berbadan hukum.

Catatan:
Bahwa yang dimaksud Bantuan Pendidikan Hibah untuk memperkaya koleksi perpustakaan pada pasal ini jelas juga termasuk dana BOS

Ayat:
(3)Pengadaan buku untuk memperkaya koleksi perpustakaan dalam rangka penggunaan dana hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh satuan pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.

Catatan:
Bahwa penangadaan buku dan dana hiba yang dimaksud pasal ini jelas juga termasuk dana BOS

Ayat:
(4)Untuk daerah tertentu yang belum memiliki pengecer, pengadaan buku untuk perpustakaan satuan pendidikan dasar dan menengah yang dananya bersumber dari hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan sesuai peraturan perundang-undangan, berdasarkan masukan dari satuan pendidikan dan setelah mendapat izin dari Menteri.

Catatan :
Bahwa jelas pada pasal dan ayat ini dijelaskan apabila disuatu daerah belum ada pengecer buku BSE makan Diknas Kabupaten/kota, Manajer BOS, dan Kepala Sekolah berkewajiban untuk mengambil alih peran pengecer tersebut dan atau mendorong tumbuhnya Perusahaan atau Perseorangan yang bergerak dalam usaha menggandakan, mencetak, memperdagangkan buku BSE bukan malah tidak meberdayakannya dengan tidak mau membeli buku BSE dengan dana BOS.

Ayat :
(5)Untuk mendorong keberadaan pengecer pada daerah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Departemen, departemen yang menangani urusan agama, dan/atau pemerintah daerah dapat memberikan insentif pendirian pengecer berupa hibah modal kerja kepada orang-perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum sesuai peraturan perundang-undangan.

Catatan :
Bahwa jelas sekali pada ayat ini Pemerintah Daerah, Diknas Kabupaten/kota, Manajer BOS, dan Kepala Sekolah berkewajiban untuk mendorong tumbuhnya Perusahaan atau Perseorangan yang bergerak dalam usaha menggandakan, mencetak, memperdagangkan buku BSE bukan malah tidak memberdayakannya dengan tidak mau membeli buku BSE dengan dana BOS bahwa wajib memberikan INSENTIF.

Kalau selama ini Siswa dan Wali siswa masih menanggung beban pembelian buku Teks Pelajaran ini, tentunya itu suatu kekeliruan yang sangat fatal, karena Dana untuk pembelian buku tersebut sudah disediahkan pemerintah melalui dana BOS, bahkan untuk tahun 2013 ini BUTU TULIS untuk siswapun ditanggung pemerintah melalui dan BOS.

Jumat, 11 Januari 2013

PERBANDINGAN HARGA BUKU BSE DENGAN BUKU NON BSE SALAH SATU PENERBIT (DI BENGKULU)

Tingkat kemahalan buku NON BSE berkisar 200% s/d 400% , hal ini menjadi salah satu penyebab DANA BOS tak bisa memenuhi RASIO SATU MURID SATU BUKU, dan juga menjadi beban yang sangat memberatkan wali murid, kini saatnya masyarakat menuntut hak dana BOS untuk pembelian buku BSE Gratis untuk SISWA, ingat dana BOS itu diperuntukan permurid (UNTUK MURID) dalam proses belajar mengajar. Bayangkan harga 1 eksemplar (Buah) buku NON BSE ada yang setara dengan 6 eksemplar (buah) buku BSE, ini sungguh kerugian negara dan dan masyarakat terutama SISWA dan WALI SISWA dan juga sekaligus menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.




PEMILIHAN BUKU TEKS PELAJARAN OLEH PENDIDIK DAN KETENTUAN BUKU YANG DIPILIH

Sebagai mana diuraikan terdahulu pemerintah membeli HAK CIPTA BUKU untuk memenuhi kebutuhan buku teks pelajaran yang murah sehingga siswa / wali siswa tak terbebani
dengan biaya pembelian buku sebagai mana jelaskan pada Permen DIKNAS No 2 Thn 2008 BAB II PENULISAN BUKU menyatakan pada Pasal 3 ayat (4) sebagai berikut :
4)Departemen, Departemen yang menangani urusan agama, dan/atau pemerintah daerah dapat membeli hak cipta buku dari pemiliknya untuk menfasilitasi penyediaan buku bagi pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik dengan harga yang terjangkau.

Nah untuk menindak lanjuti Pasal 3 ayat 4 tersebut maka Kementerian pendidikan MEMBELI HAK CIPTA BUKU TEKS PELAJARAN UNTUK SD/SMP/SMA/SMK dengan jumlah sebanyak 1331 judul buku, Terdiri atas 502 Buku SD, 238 Buku SMP, 338 Buku SMA, 222 Buku SMK, 2 Buku BAHASA silahkan klik http://bse.kemdiknas.go.id/ adapun buku tersebut diberi nama BUKU BSE atau buku SEKOLAH ELEKTRONIK, buku ini tersedia dalam soft copy pada jaringan internet yang bisa di download secara gratis dan juga tersediah dalam bentuk HARD COPY atau buku berjilid dengan harga sangat murah sesuai HET dari pemerintah, dengan harga berkisar Rp. 6.000,- s/d 20.000,- an.

Namun karena sesuatu hal yaitu kepentingan FINANCIAL beberapa orang atau sekelompok orang, sehingga keberadaan buku BSE ini ditenggelamkan di pasar buku nasional maupun daerah.

Bahwa pemilihan buku Teks Pelajaran itu ditentukan oleh RAPAT PENDIDIK, nah pertanyaanya kenapa RAPAT PENDIDIK memutuskan untuk membeli buku yang MAHAL dan tidak membeli buku yang MURAH, TANDA TANYA BESAR ???. Penentuan pembelian buku teks pelajaran tersebut di atur oleh Permen DIKNAS No 2 Thn 2008 BAB IV PEMILIHAN BUKU TEKS DI SATUAN PENDIDIKAN menyatakan pada pasal Pasal 5 ayat (1) sebagai berikut :
1)Buku teks untuk setiap mata pelajaran yang digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih oleh rapat pendidik pada satuan pendidikan dari buku-buku teks pelajaran yang ditetapkan kelayakan-pakainya oleh Menteri.

Beberapa Unsur atau key word pada pasal tersebut yaitu 1). Buku teks untuk setiap mata pelajaran yang digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih oleh rapat pendidik pada satuan pendidikan. 2). dari buku-buku teks pelajaran yang ditetapkan kelayakan-pakainya oleh Menteri.

Penentuan pemilihan buku teks pelajaran oleh rapat pendidik dalam hal ini adalah KEPALA SEKOLAH, yang berarti Kepala Sekolah dan dewan guru bertanggungjawab penuh terhadap pemilihan jenis , jumlah, judul dan penerbit buku yang akan di beli atau di pakai oleh sekolah.

Buku-buku yang dipilih adalah buku yang sudah dinyatakanlayak pakai oleh Menteri Kemendiknas RI dalam hal ini adalah BNSP atau PUSBUK. Semua buku BSE sudah dinyatakan layak dan lulus uji PUSBUK dan itu juga yang mendasari Kementerian Diknas membeli hak ciptanya dari penerbit.

Jadi kalau ada pendapat bahwa buku BSE ; TIDAK RELEVAN LAGI, TIDAK ATAU BERMUTU RENDAH itu adalah fikiran yang salah dan tuduhan yang menyesatkan karena ada unsur kepentingan mencari keuntung di balik penjualan dan atau pembelian buku yang NON BSE atau buku mahal. Dalam hal ini masyarakat berhak menuntut haknya untuk mendapatkan buku gratis dengan dana BOS.

Kamis, 10 Januari 2013

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BUKU.

Bahwa UNDANG-UNDANG 43 TAHUN 2007 hanya mengatur secara umum tentang perpustakaan,

maka dalam pelaksanaannya pemerintah melalui Kemdiknas RI membuat turunan dari undang-undang tersebut yaitu PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BUKU.

Bahwa salah satu landasan Yuridis pembuatan Permendiknas No 2 Tahun 2008 tersebut adalah angka 1. Angka 3 dan Angka 7 yaitu :
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);

3.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

7.Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4774);

Sehingga Menteri Pendidikan Nasional

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG BUKU

Bahwa yang di maksud dengan PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BUKU adalah peraturan yang mengatur tentang buku BSE (Buku Sekolah Elektronik) yaitu sebagai berikut :

•Bahwa Permen DIKNAS No 2 Thn 2008 BAB II PENULISAN BUKU menyatakan pada Pasal 3 ayat (4) sebagai berikut :

Pasal 3
(4)Departemen, Departemen yang menangani urusan agama, dan/atau pemerintah daerah dapat membeli hak cipta buku dari pemiliknya untuk menfasilitasi penyediaan buku bagi pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik dengan harga yang terjangkau.

Bahwa jelas yang dimaksud ayat ini adalah BUKU BSE atau buku SEKOLAH ELEKTRONIK karena tidak ada buku teks pelajaran yang dibeli pemerintah hak ciptanya dari pemilik/penerbit selain buku BSE.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2007 TENTANG PERPUSTAKAAN

Bagian Ketiga
Pasal 23
(1) Setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar
Nasional Pendidikan.

(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan
pendidikan yang bersangkutan dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan pendidik.

(3) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengembangkan koleksi lain yang mendukung pelaksanaan kurikulum pendidikan.

(4) Perpustakaan sekolah/madrasah melayani peserta didik pendidikan kesetaraan yang dilaksanakan di lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan.

(5) Perpustakaan sekolah/madrasah mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(6) Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.

KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53

Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.

Keterangan :
Yang di maksud dengan “Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini” salah satunya adalah “PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BUKU”. Sebagai akan kami uraikan pada posting khususn tentang Permendiknas Tersebut.

Pasal 54
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Keterangan :
Disahkan di Jakarta pada tanggal 1 Nopember 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Terkhusus untuk Perpustakaan Sekolah/Madrasah hanya dimuat dalam Pasal 23 tersebut dan itu adalah aturan yang sangat umum sehingga harus dibuat peraturan untuk melaksankan UU 43 Tahun 2008 ini dan dengan pasal 53 tersbut jelas sekali merupakan talian HUKUM yang tidak terpisahkan dengan Permendiknas No 2 Tahun 2008.